Pagelaran Wayang Kulit Kepada Siswa di SD Negeri Margomulyo 1 Sleman : Memaknai Lakon Aji Narantaka

  • home //
  • Pagelaran Wayang Kulit Kepada Siswa di SD Negeri Margomulyo 1 Sleman : Memaknai Lakon Aji Narantaka
Admin 2023-07-15 03:51:18

Pagelaran Wayang Kulit Kepada Siswa di SD Negeri Margomulyo 1 Sleman : Memaknai Lakon Aji Narantaka

Pagelaran Apresiasi Budaya Melalui Wayang Kulit kepada Siswa digelar perdana oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman di SD Negeri Margomulyo 1 Sleman, Mriyan, Margomulyo, Seyegan, Sleman, pada Sabtu, 15 Juli 2023. Sebelum pentas wayang, acara di isi kata sambutan mengenai penanaman nilai-nilai budaya dari Suwarni, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD Negeri Margomulyo 1 Sleman.

Pagelaran Apresiasi Budaya Melalui Wayang Kulit kepada Siswa ini dibiayai dari Dana Keistimewaan ini mengambil lakon Aji Narantaka yang disajikan oleh Dalang Benardus Handaru Guntari. Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah melakukan pembinaan seni dan budaya daerah kepada generasi muda guna memastikan terjadinya regenerasi melalui Pagelaran Apresiasi Budaya Melalui Wayang Kulit kepada Siswa. Secara umum sudah diketahui bahwa sebagai dampak dari perkembangan teknologi informasi yang pesat saat ini, Seni Pertunjukan Wayang secara berlahan mulai ditinggalkan oleh generasi muda. Seni Pertunjukan Wayang Kulit mengandung berbagai nilai budaya yang positif yang bisa bermanfaat bagi perkembangan kepribadian anak, baik pada usianya sebagai anak-anak maupun kelak setelah menjadi manusia dewasa. Nilai budaya tersebut, yaitu nilai-nilai yang sangat bermanfaat untuk mengasah jiwa manusia agar dapat menjadi manusia yang manusiawi artinya sebagai makhluk Tuhan yang sempurna mempunyai akal, pikiran, cipta, rasa, karsa, panca indra dan nafsu, serta mengandung ajaran tentang perbuatan baik-buruk serta budi pekerti. Nilai-nilai tersebut sangat penting dalam kehidupan manusia. Apabila orang sudah bisa menguasai dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, niscaya dia akan menjadi orang yang baik, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

Lakon ini mengisahkan tentang Gatutkaca adalah ksatria atau raja muda Pringgadani. Gatutkaca kalah dalam perang tanding melawan  Dursala yang memiliki Aji Gineng. Aji Gineng memiliki kesaktian dengan hiperbol dihantamkan gunung jugrug, segara asat. Walaupun struktur tubuh Gatutkaca terdiri  otot kawat balung wesi, kulit tembaga, namun tidak mampu menahan kedahsyatan Agi Gineng Dursala. Walaupun tidak sampai mati, Gatutkaca benar-benar tidak berdaya menghadapi Aji Gineng Dursala. Dalam keadaan luka parah Gatutkaca berguru ke Resi Seta untuk mendapatkan ajaran kesaktian Aji Narantaka. Dursala. Jika Gatutkaca sebagai lambang kebajikan. Dursala lambang kejahatan. Dur berarti jahat, sala berarti perilaku. Dursala dipercaya oleh Prabu Duryudana untuk mengalahkan Gatutkaca. Dengan Aji Ginengnya Dursala sangat percaya diri untuk mengalahkan Gatutkaca. Keyakinan  diri Dursala terhadap ilmu yang dimiliki dapat ditiru, kesaktian ilmunya, namun jangan over convidence, dan jangan salah jalan. Ilmunya (Aji Gineng) dapat ditiru dan dicari, tetapi jangan contoh perilaku Dursala.Dengan Aji Narantaka, Gatutkaca dapat menghancurkan kesombongan Dursala.  Benturan keras Aji Gineng dan Aji Narantara, menjadikan Dursala tewas seketika ‘lebur tanpa dadi’. Setelah mengalahkan Dursala, tampaknya Gatutkaca pun over convidence pula, sesumbar dengan kehebatan Aji Narantakanya. Pria dipastikan hancur di tangannya. Bila ada wanita yang dapat menahan Aji Narantakanya akan diperistri. Ternyata Aji Narantaka kandas pada seorang wanita bernama Dewi Sampani. Karena Dewi Sampani mampu menahan Aji Narantaka, Dewi Sampani diperistri Gatutkaca dan kelak memiliki putra Jaya Sumpena. Sejarah juga membuktikan keperkasaan seorang pria akan jatuh saat di pelukan wanita.