Pagelaran Wayang Kulit Kepada Siswa di SD Negeri Watupecah : Memaknai Lakon Bimo Bothok
- home //
- Pagelaran Wayang Kulit Kepada Siswa di SD Negeri Watupecah : Memaknai Lakon Bimo Bothok
Pagelaran Wayang Kulit Kepada Siswa di SD Negeri Watupecah : Memaknai Lakon Bimo Bothok
Pagelaran Apresiasi Budaya Melalui Wayang Kulit kepada Siswa digelar perdana oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman di SD Negeri Watupecah, Pondokerjo, Tempel, Kabupaten Sleman pada Sabtu, 17 Juni 2023. Sebelum pentas wayang, acara di isi kata sambutan mengenai penanaman nilai-nilai budaya dari Maryana, S.Pd.Sd. selaku Kepala Sekolah SD Negeri Watupecah.
Pagelaran Apresiasi Budaya Melalui Wayang Kulit kepada Siswa ini dibiayai dari Dana Keistimewaan ini mengambil lakon Bimo Bothok yang disajikan oleh Dalang Ahza Faizal. Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah melakukan pembinaan seni dan budaya daerah kepada generasi muda guna memastikan terjadinya regenerasi melalui Pagelaran Apresiasi Budaya Melalui Wayang Kulit kepada Siswa. Secara umum sudah diketahui bahwa sebagai dampak dari perkembangan teknologi informasi yang pesat saat ini, Seni Pertunjukan Wayang secara berlahan mulai ditinggalkan oleh generasi muda. Seni Pertunjukan Wayang Kulit mengandung berbagai nilai budaya yang positif yang bisa bermanfaat bagi perkembangan kepribadian anak, baik pada usianya sebagai anak-anak maupun kelak setelah menjadi manusia dewasa. Nilai budaya tersebut, yaitu nilai-nilai yang sangat bermanfaat untuk mengasah jiwa manusia agar dapat menjadi manusia yang manusiawi artinya sebagai makhluk Tuhan yang sempurna mempunyai akal, pikiran, cipta, rasa, karsa, panca indra dan nafsu, serta mengandung ajaran tentang perbuatan baik-buruk serta budi pekerti. Nilai-nilai tersebut sangat penting dalam kehidupan manusia. Apabila orang sudah bisa menguasai dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, niscaya dia akan menjadi orang yang baik, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Ketika Pandawa mengembara di hutan Kamiyaka singgah di kademangan Manahilan rumah Demang Wijrapa. Tetapi Dewi Kunti ibu Pandawa merasa iba melihat kademangan berkabung dan rakyat kecil merasa ketakiutan, maka Dewi Kunti mendekati Ki Demang Wijrapa dan Nyai Wijrapa, mengapa suasana kademangan sedih dan Nyai Wijrapa menangis tersedu-sedu, karena desakaan Dewi Kunti dan Bima, Demang Wijrapa menjawab bahwa besok pagi-pagi benar harus mengorbankan salah satu orang untuk santapan Prabu Baka raja Ekacakra yang kebetulan Manahilan juga wilayah kerajaan Ekacakra. Mendengar ratapan demang Wijrapa merasa iba, Bima belum sampai ditanya Dewi Kunti Bima sanggup menjadi santapan raja Raksasa Prabu Baka. Tetapi Wijrapa mengkhawatirkan keselamatannya, Kunti supaya Wijrapa sekeluarga tidak usah mengkhawatirkan, dan titah dari Prabu Baka raja Rakssa dilaksankannya, semua saran dari Kunti ditaatinya. Sesampai di kerajaan, Bima diboreh dengan bumbu Bothok layaknya daging dimasak. Prabu Baka menerima Wijrapa dengan membawa satu gerobag hidangan disajikannya. Dasar raja raksasa melihat anak muda tinggi besar sudah tidak sabar Bima yang diam ketika akan ditubruk mulut Baka ditendang Bima dan terjadi perang dahsyat. Tetapi Baka raja yang serakah bisa dimusnahkan. Ketka raja Baka tewas kawula kecil merasa aman tentram. Keluarga Wijrapa merasa senang dan mengucapkan terima kasih. Yang mengejutkan lagi Kunti Bima mengaku istri raja Pandu dan Bima sekeluarga putra Pandu raja Astina, Demang Wijrapa mengucapkan terima kasih yang begitu dalam karena rakyat Ekacakra tidak merasa terancam bahaya lagi dan semua rakyat merasa tentram, Pepatah mengatakan diatas langit masih ada langit.