Ajining Dhiri Ana ing Lathi, Ajining Raga Ana ing Busana
- home //
- Ajining Dhiri Ana ing Lathi, Ajining Raga Ana ing Busana
Ajining Dhiri Ana ing Lathi, Ajining Raga Ana ing Busana
Kamis Pahing, 30 Juli 2020 seluruh kariawan Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman mengikuti apel dan memakai Pakaian Tradisional Jawa Yogyakarta serta tetap memperhatikan protokol kesehatan. Dalam apel tersebut juga menekankan pada ajakan untuk mengimplementasikan beberapa pitutur luhur yang notabene merupakan modal sosial yang fundamental bagi masyarakat Jawa pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Diantara beberapa pitutur luhur tersebut salah satunya adalah “ajining dhiri ana ing lathi, ajining raga ana ing busana”.
Ajining dhiri ana ing lathi mempunyai makna bahwa ucapan memegang peranan penting bagi seseorang karena diyakini harga diri seseorang ditentukan oleh ucapan, seseorang harus berhati-hati menjaga ucapannya. Kita harus benar-benar mempertimbangkan secara cermat akibat yang dapat ditimbulkan oleh ucapan itu. Ucapan seseorang haruslah disadari sebagai cerminan pikiran dan pribadi seseorang. Ucapan yang dapat menimbulkan citra harga diri adalah harus berdasarkan kebenaran. Sehubungan dengan itu, orang Jawa memiliki ajaran agar bila mengatakan sesuatu hendaknya dilandasi alasan atau dasar yang akurat, dan tidak diharapkan berbicara asal bicara.
Sedangkan Ajining raga ana ing busana, mempunyai makna bahwa pakaian juga memegang peranan penting bagi seseorang, orang dengan busana atau pakaian rapih tentunya menaikkan martabatnya. Dengan kata lain, busana atau pakaian secara fisik mencerminkan siapa diri kita sebenarnya. Oleh sebab itu dalam rangka melestarikan, mempromosikan, dan mengembangkan kebudayaan salah satunya melalui penggunaan busana Tradisional Jawa Yogyakarta, sesuai dengan yang amanatkan oleh Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 87 Tahun 2014 tentang Penggunaan Pakaian Tradisional Jawa Yogyakarta Bagi Pegawai pada Hari Tertentu di Daerah Istimewa Yogyakarta maka setiap Kamis Pahing, seluruh kariawan Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman memakai Pakaian Tradisional Jawa Yogyakarta.
Pemakaian Pakaian Tradisional tersebut berfungsi sebagai salah satu identitas pegawai dalam rangka penguatan dan memperkokoh kebudayaan Yogyakarta. Diharapkan peraturan gubernur tersebut agar benar benar di implementasikan oleh segenap aparat Pemkab Sleman dan masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat sleman yang berbudaya serta untuk mendukung Keistimewaan Yogyakarta.
Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 87 Tahun 2014 tentang Penggunaan Pakaian Tradisional Jawa Yogyakarta Bagi Pegawai pada Hari Tertentu di Daerah Istimewa Yogyakarta Penggunaan Pakaian Tradisional bagi PNS/CPNS, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional tertentu, Pejabat Fungsional Umum, PPPK, PTT atau sebutan lain dan Instansi Pusat di Daerah adalah sama, yaitu :
- Pegawai Laki-laki: 1) Baju surjan (takwa) bahan dasar lurik dengan corak selain yang digunakan abdi dalem atau warna polos; 2) Blangkon gaya yogyakarta batik cap atau tulis; 3) Kain atau jarik batik yang diwiru biasa dan berlatar warna ireng atau putih; 4) lonthong atau sabuk bahan satin polos; 5) Kamus atau epek; 6) Memakai keris atau dhuwung; dan 7) Memakai selop atau cenela.
- Pegawai perempuan: 1) Baju kebaya tangkepan dengan bahan dasar lurik atau warna polos; 2) kain atau jarik batik yang diwiru biasa dan berlatar warna ireng atau putih; 3) Menggunakan gelung tekuk tanpa asesoris atau jilbab bagi muslimah;dan 4) Memakai selop atau cenela. (dv)