DINAS KEBUDAYAAN SELENGGARAKAN SARASEHAN PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK ANAK USIA DINI BERDASAR KAJIAN BERDASAR SERAT JAVANSCHE KINDERSPELEN DAN SERAT RARAYA
- home //
- DINAS KEBUDAYAAN SELENGGARAKAN SARASEHAN PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK ANAK USIA DINI BERDASAR KAJIAN BERDASAR SERAT JAVANSCHE KINDERSPELEN DAN SERAT RARAYA
DINAS KEBUDAYAAN SELENGGARAKAN SARASEHAN PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK ANAK USIA DINI BERDASAR KAJIAN BERDASAR SERAT JAVANSCHE KINDERSPELEN DAN SERAT RARAYA
Sarasehan yang diselenggarakan di Kampung Flory Jugang, Pangukan, Tridadi, Kabupaten Sleman ini menghadirkan dua orang narasumber yaitu: Dra. Suyami, M.Hum dari Balai Pelestarian Nilai dan Budaya Yogyakarta dan Dra. Sri Ratna Saktimulya M.Hum. dari Fakultas Ilmu Budaya Yogyakarta. Dalam Sambutannya kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman HY. Aji Wulantara, SH, M.Hum menyampaikan bahwa ancaman kondisi saat ini adalah anak lebih terbiasa dengan gawai (gadget) daripada dengan permainan tradisional. Permainan tradisonal merupakan bagian dari obyek pemajuan kebudayaan yang diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dimana termasuk dalam obyek pemajuan yang perlu untuk mendapatkan perhatian dalam upaya pemajuan kebudayaan.
Dalam paparannya Dra. Sri Ratna Saktimulya M.Hum menyampaiakan bahwa dalam buku Javaansche Kinderspelen (1912) diuraikan tentang 212 permainan tradisional, antara lain: cublak suweng, sluku bathok, jamuran, lepetan, dll, Sementara dalam Serat Rarya Saraya (1913) diuraikan 20 permainan tradisional, antara lain: blarak sempal, jambe thukul, dll. Dra. Suyami, M.Hum dalam paparannya menyampaikan bahwa permainan tradisonal tersebut biasanya mengandung makna filosofis, sebagai contoh: jambe-jembe thukul (lambang ‘munculnya keinginan di kelak kemudian hari’ (tembe) diambil dari kata jambe, maksudnya, ingat akan akhir dari kehidupan. Kali pucang merupakan lambang ‘mengalirnya tuntunan sampai saatnya muksa (meninggalkan dunia/dipocong)’, dan masih banyak lagi makna filosofis yang terdapat dalam permainan lainnya. Dra. Sri Ratna Saktimulya M.Hum memaparkan bawa dalam permainan tradisional mengandung 6 (enam) aspek yaitu: Aspek kognitif ( berhubungan dengan kemampuan berpikir), Aspek emosi (berhubungan dengan kemampuan merasa dan perasaan, Aspek sosial (kemampuan berhubungan sosial yang dipengaruhi kondisi sosial budaya), Aspek motorik (berhubungan dengan koordinasi gerak tubuh yang meliputi motorik halus dan kasar). Aspek bahasa (berhubungan dengan kemampuan berbicara dan berbahasa) dan Aspek karakter (berhubungan dengan tabiat dan sifat).
Sementara itu Dekhi Nugroho, S.E., M.Ec. Dev selaku Kepala Seksi Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan menyampaikan bahwa upaya pemajuan kebudayaan melalui pelindungan, pengembangan, pembinaan dan pemanfaatan pada obyek permainan tradisional/rakyat belum begitu optimal karena masih kurangnya pemahaman stakeholder baik dari masyarakat dan pemerintah tentang pemajuan kebudayaan yang diamanatkan dalam UU nomor 5 tahun 2017. Selama ini pemahaman masyarakat tentang kebudayaan pada umumnya menganggap hanya kesenian dan ritus (upacara adat tradisi). Permainan anak mengandung berbagai nilai positif yang bisa bermanfaat bagi perkembangan kepribadian anak, baik pada usianya sebagai anak-anak maupun kelak setelah menjadi manusia dewasa. Nilai-nilai yang terkandung dalam permainan anak antara lain: nilai demokrasi, sportifitas, kedisiplinan, tanggung jawab, kepemimpinan, kesetia-kawanan, kegotong-royongan, kerukunan, maupun kejujuran.