Disbud Sleman Lestarikan Nilai Budaya melalui Gelar Macapatan

  • home //
  • Disbud Sleman Lestarikan Nilai Budaya melalui Gelar Macapatan
Admin 2019-11-01 08:48:03

Disbud Sleman Lestarikan Nilai Budaya melalui Gelar Macapatan

 

 

Setiap malam Rabu Wage setiap bulannya Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman akan menggelar “Lelangen Macapat dan Sarasehan” bertempat di Pendopo Rumah Dinas Bupati Sleman. Acara tersebut diselenggarakan bersama Paguyuban Seni Macapat “Sekar Manunggal Sleman Sembada”. Gelar macapat perdana untuk tahun 2018 ini dilaksanakan Selasa 23 Januari 2018 yang melibatkan segenap pelaku seni macapat se Kabupaten Sleman. Hadir dalam kesempatan tersebut Bupati Sleman Drs. H. Sri Purnomo, M.Si dan Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman HY Aji Wulantara, SH, M.Hum. Dalam kesempatan tersebut juga dilaksanakan sarasehan budaya dengan topik “Ngelmu Katon” oleh budayawan Purwadmadi.

Demikian dinyatakan oleh Kepala Bidang Dokumentasi, Sarana dan Prasarana Kebudayaan Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman Wasita, SS, M.AP, Rabu 24 Januari 2018 dikantornya Jl. KRT Pringgodiningrat No.11 Beran Tridadi Sleman.

Bupati Sleman Drs. H. Sri Purnomo, M.Si dalam kesempatan tersebut menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Paguyuban Seni Macapat “Sekar Manunggal Sleman Sembada” yang tetap bersemangat melestarikan dan mengembangkan seni macapat. Hal ini merupakan bukti dan langkah nyata warga masyarakat dalam melestarikan dan mengembangkan budaya Jawa yang adiluhung. Hal ini pula tentunya akan memberikan kontribusi positif dalam membangun masyarakat Sleman yang berbudaya. Membangun masyarakat Sleman yang berbudaya pada hakekatnya merupakan upaya pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Mengingat dalam seni macapat banyak terkandung nilai dan pesan moral yang positif dalam rangka membangun peradaban manusia sebagai insan yang bermartabat.

Sementara itu dalam sarasehan yang disampaikan oleh Purwadmadi menyangkut tentang falsafah “Ngelmu Katon”. Purwadmadi mengatakan bahwa falsafah ini sangat sederhana namun memiliki makna yang dalam dan penting yang banyak berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat. Istilah “Ngelmu Katon” dalam hal ini bukan merupakan antonim dari ilmu yang bersifat batin. Akan tetapi diartikan sebagai kehadiran secara fisik dalam hidup bertetangga, bersaudara dan dalam pergaulan bermasyarakat.

Sebagai makhluk sosial, manusia pada hakekatnya memiliki sifat saling membutuhkan dan tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Namun seiring dengan kemajuan dan perkembangan peradaban seringkali ngelmu katon tersebut dianggap sepele atau bahkan justru dilalaikan meskipun sebenarnya tidak sulit untuk dilaksanakan. Istilah Jawa rasa rumangsa, angon rasa, momong rasa, trapsila subasita, akan memiliki makna yang penting dan hakiki dalam pergaulan bermasyarakat. Oleh karenanya ngelmu katon dalam pelaksanaannya akan lebih ringan apabila dilandasi dengan jiwa dan hati yang ikhlas serta “lila legawa” atau tulus secara lahir maupun batin. Keberadaan dan kehadiran seseorang dalam berbagai kegiatan dan acara yang dilaksanakan dilingkungan masyarakat semisal hajatan pernikahan, pelayatan, ronda atau siskamling, kerja bakti dan lain sebagainya akan menimbulkan penilaian yang positif dan menghilangkan prasangka negatif yang pada gilirannya akan mendukung terciptanya dan berkembangnya tatanan masyarakat yang humanis dan berbudaya tinggi.