Gelar Macapat Kabupaten Sleman Dalam Mendukung Pemajuan Kebudayaan
- home //
- Gelar Macapat Kabupaten Sleman Dalam Mendukung Pemajuan Kebudayaan
Gelar Macapat Kabupaten Sleman Dalam Mendukung Pemajuan Kebudayaan
Saat ini Kebudayaan Jawa terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan masyarakat. Kehidupan saat ini cenderung mengarah pada kehidupan yang menganut nilai-nilai yang mengglobal yang didukung oleh hilangnya sekat-sekat kehidupan antar wilayah dan antar negara karena pengaruh kemajuan teknologi informasi. Kehidupan di era globalisasi tersebut mau tidak mau akan berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya lokal, dan ini merupakan ancaman dan tantangan terhadap budaya lokal untuk bertahan dalam era globalisasi ini. Sebetulnya dalam Filsafat Jawa tersebut kaya akan nilai-nilai yang adiluhung, yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat atau bernegara, sehingga menjadi modal dalam pencapaian tujuan nasional.
Macapat merupakan warisan budaya tak benda yang telah lama hidup dan berkembang di wilayah Indonesia khusunya Jawa mempunyai nilai-nilai luhur yang layak untuk dipertahankan keberadaannya dan tetap harus diupayakan pelestariannya. Secara umum diperkirakan bahwa Macapat muncul pada akhir masa Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga khususnya untuk wilayah di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pendapat lain untuk wilayah di Jawa Timur dan Bali, Macapat telah dikenal sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh ada sebuah teks dari Bali atau Jawa Timur yang dikenal dengan judul Kidung Ranggalawe dikatakan telah selesai ditulis pada tahun 1334 Masehi. Macapat merupakan tembang klasik asli Jawa, dan pertama kali muncul pada awal jaman Wali Songo, dimana para wali pada saat itu mencoba berdakwah dan mengenalkan Islam melalui budaya dan diantaranya adalah tembang-tembang Macapatan. Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Derajat serta Sunan Kudus adalah kreator awal munculnya tembang-tembang macapat.
Tembang Macapat sebenarnya menggambarkan perjalananan hidup manusia, tahapan-tahapan kehidupan manusia dari mulai alam ruh sampai dengan meninggalnya. Rangkaian urut-urutan kehidupan manusia berdasarkan filosofi dari jenis tembang Macapat yaitu: Maskumambang ( segumpal darah, Ruh dan Janin), Mijil (orok dan bayi), Sinom (anak-anak), Kinathi (anak/ murid), Asmarandana (remaja/ siswa), Gambuh (dewasa/ mahasiswa), Dhandhanggula (orang tua), Durma (berderma), Pangkur (mungkur/ meredam hawa nafsu), dan terakhir Pocung (Pocong/dibungkus mori putih).
Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman setiap tahun rutin memprogramkan fasilitasi dukungan terhadap pembinaan Kelompok Masyarakat Kebudayaan Macapat yang berada di wilayah Kabupaten Sleman. Beberapa acara yang rutin diselenggrakan setiap bulan adalah “Gelar Macapat Tingkat Kabupaten Sleman” setiap tanggal 15 di Gedung Sasana Krida Budaya (Gedung Kesenian) dan Gelar Macapat Rebo Wage di Pendopo Rumah Dinas Bupati. Kegiatan tersebut didanai dari sumber Dana Keistimewaan dan APBD Kabupaten Sleman dan diikuti oleh peserta dari perwakilan 17 Kecamatan se Kabupaten Sleman. Acara ini diselenggarakan dengan bekerjasama dengan Paguyuban Sekar Manunggal Sleman Sembada/ SMSS (Paguyuban yang menaungi Kelompok Macapat yang ada di Kabupaten yang bertujuan untuk melestarikan macapat dengan cara menularkan pengetahuan ke anggotanya di tingkat Kecamatan sehingga anggota paguyuban dan masyarakat dapat membawakan dan memahami nilai-nilai Macapat dengan baik dan benar (Dekhi N).