Jathilan Sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia
- home //
- Jathilan Sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia
Jathilan Sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia
Jathilan Yogyakarta adalah salah satu dari warisan budaya Takbenda Indonesia dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang telah mendapatkan penetapan sejak tahun 2016 dan masuk dalam domain Seni Pertunjukan, jika mengacu pada konvensi UNESCO Tahun 2003 Convention for the safeguarding of Intangible Cultural Heritage, yang telah disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007 tentang pengesahan Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage.
Warisan Budaya Takbenda Indonesia menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2013 tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia adalah, berbagai hasil praktek, perwujudan, ekspresi pengetahuan dan keterampilan, yang terkait dengan lingkup budaya, yang diwariskan dari generasi kegenerasi secara terus menerus melalui pelestarian dan/atau penciptaan kembali serta merupakan hasil kebudayaan yang berwujud budaya takbenda setelah melalui proses penetapan Budaya Takbenda.
Kesenian jathilan lebih akrab disebut sebagai seni kerakyatan, seni kerakyatan sendiri merupakan seni yang hidup dan tumbuh serta berkembang pada komunitas masyarakat pedesaan. Kesenian jathilan identik dengan kuda sebagai objek sajian, kuda telah memberikan inspirasi, mulai dari gerak tari hingga makna dibalik tari kerakyatan tersebut. Secara epistemologis istilah jathilan berasal dari istilah Jawa njathil yang berarti meloncat-loncat menyerupai gerak-gerik kuda. Jathilan menampilkan seorang penari yang mengempit sebuah anyaman bambu atau kulit yang berbentuk kuda dengan gerakan menirukan gerak gerik kuda atau penunggang kuda.