Kapanewon Tempel
- home //
- Kapanewon Tempel
Kapanewon Tempel
Kapanewon Tempel merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang harus dilindungi, dijaga kelestarian dan keasliannya seperti yang diamanatkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya maka Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman melakukan rehab yang dimulai dari tahun 2017 sampai tahun 2018 dengan menggunakan dana keistimewaan sesuai aturan undang – undang, sehingga pada tahun 2019 dapat dimanfaatkan untuk kegiatan masyarakat seperti pusat pelatihan kebudayaan dengan prinsip tetep menjaga kelestariannya. Lokasi Kapanewon Tempel secara administratif terletak di Desa Lumbungrejo, Tempel, Sleman.
Pada awalnya bangunan kapanewon temple merupakan bangunan kantor bekel setingkat lurah. Dalam perkembangannya bangunan ini menjadi kantor distrik yang dikepalai seorang panji, oleh karena itu terkenal dengan sebutan kepanjen (tempat kediaman seorang panji) Pada tahun 1943 sistem pemerintahan distrik dihapus dan tahun 1945 bangunan ini digunakan sebagai kantor kapanewon temple dengan penewu pangreh praja pertama adalah Raden Prakosodiningrat. Setiap kapanewon membawahi sejumlah desa yang disebut kelurahan yang terdiri beberapa dukuh, structural organisasi pemerintahan kapanewon terdiri atas penewu pangreh praja( sontyoo ) penewu anom, penewu praja ( Huku sontyoo ) dan tiga kelompok pegawai. Pada tahun 1964 yang isinya mengubah nama penewu menjadi asisten wilayah dan tahun 1968 sebutan asisten diganti menjadi camat yang mengepalai pemerintah kecamatan pada saat ini kecamatan temple terdiri atas 8 ( delapan ) desa atau kelurahan yaitu : Banyurejo, Lumbungrejo, Margorejo, Merdikorejo, Mororejo, Sumberrejo dan Tambakrejo.
Salah satu bagian yang direhab adalah bagian pendopo, dahulu pandapa ini ditutup dengan dinding bambu setinggi 90 cm. Untuk memasuki ruwangan pendapa dari arah samping kanan kiri pendapa terdapat 3 ( tiga ) buah anak tangga tinggi lantai pendapa 76 cm dari permukaan tanah sisi timur lantai pendapa terbuat dari tegel abu – abu berukuran 20 x 20 cm dan terdapat tiang 4 ( empat ) buah untuk penyangga ( penanggap ) dan 6 ( enam ) buah bahu dayang krangka atap ditopang usuk dan kuda – kuda dari kayu, antara atap pendapa dan bangunan induk terdapat talang air dari bahan seng yang mengarah ke barat ke timur sebagai penutup atap menggunakan genteng flam, pada sudut ruangan sebelah tengara terdapat brangkas besi kuno berukuran 50 x 34 cm yang di tutup dengan semen bersepesi berukuran lebar 54 dan tinggi 77 cm dan dulu pada langit – langit ruangan terbuat dari kulit bamboo. Di bagian belakang terdapat doorlop sepanjang 816 cm lantai doorlop mengunakan plester semen warna abu – abu doorlop disangga 4 buah tiang kayu dengan model kampong dan atap ditutup dengan genteng flam tiang dan listplang di cat warna biru.
Bangunan Kapanewon Tempel terdapat 4 ( empat ) nilai penting yaitu: Yang pertama adalah nilai sejarah, diambil dari nilai sejarah Kapanewon Tempel sebagai kantor kepanjen dan penewu pada masa penjajahan belanda, selanjutnya sebagai kantor eks kecamatan Tempel sebagai bukti dan saksi perjuangan para pejabat pada masa itu dan sebagai cagar budaya yang wajib di lestarikan dan di lindungi oleh pemerintah. Yang kedua adalah nilai ilmu pengetahuan, bangunan Kapanewon Tempel merupakan sumberdaya budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obyek yang potensal untuk di teliti dan dikaji lebih lanjut menjawab permasalahan dalam berbagai bidang keilmuan tertentu. Bidang keilmuan tertentu tersebut adalah arkeologi, sejarah, antropologi,ilmu social, arsitektur dan tehnik sipil. Kapanewon Tempel merupakan bangunan perpaduan antara arsitek Jawa dengan arsitektur Eropa yang diseuwaikan dengan kondisi lingkungan iklim tropis. Bangunan kapanewon juga merupakan sumber data yang sangat penting bagi sejarah karena merupakan bangunan Kapanewon pertama di kabupaten Sleman. Yang ketiga adalah nilai kebudayaan, nilai penting kebudayaan meliputi aspek, yaitu etnik artinya dapat memberikan pemahaman latar belakang kehidupan social, system kepercayaan, dan motologi yang semua merupakan jati diri suatu bangsa. estetika artinya mempunyai kandungan – kandungan unsur keindahan baik yang terkait dengan seni rupa, seni hias, seni bangunan, seni suara maupun bentuk kesenian yang lain, serta menjadi sumber karya – karya budaya di masa kini. Dan yang terakhir adalah nilai pendidikan, eksistensi bangunan ini mempunyai arti penting bagi pembelajaran bagi generasi muda pada umumnya dan pelajar, mahasiswa Khususnya. Nilai- nilai penting yang di miliki menjadi urgensi untuk disampaikan dan disosialisasikan kepada generasi penerus. Beberapa hal yang perlu disampaikan atau sebagai transfer of knowledge adalah terkait dengan aspek pembelajaran untuk mengetahui ( learn to know ) baik yang terkait kognitif dan efektif. Hal itu untuk menggugah kesadaran kesejahteraan, rasa bangga, rasa memiliki dan kepedulian kepada aspek sejarah budaya bangsa. (dv)