MASJID PATHOK NAGARA “SULTHONI” PLOSOKUNING

  • home //
  • MASJID PATHOK NAGARA “SULTHONI” PLOSOKUNING
Admin 2022-01-27 07:18:36

MASJID PATHOK NAGARA “SULTHONI” PLOSOKUNING

Masjid Pathok Nagoro Plosokuning terletak di Plosokuning, Kalurahan Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Majid Pathok Plosokuning merupakan Bangunan Cagar Budaya yang telah di tetapkan oleh Bupati Kabupaten Sleman dengan nomor: 14.7/Kep.KDH/A/2017 pada tanggal 6 Februari 2017. Masjid Plosokuning diperkirakan dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwana III. Masjid ini merupakan salah satu dari Masjid Pathok Negara (masjid yang didirikan di sudut-sudut luar kota dan di tengah komunitas rakyat). Secara konsentris, kedudukan atau letaknya berada di wilayah nagaragung atau mengelilingi kuthagara, dan sebagai pusatnya adalah Kraton. Secara arsitektural masjid Pathok Nagara merupakan stereo type (miniatur) dari Masjid Gedhe Kraton (Kauman), yaitu tajug, menggunakan mustoko model meru, di sekeliling masjid terdapat kolam dan di halaman terdapat tanaman sawo kecik. Sampai saat ini Masjid Plosokuning dan lingkungannya masih menjadi salah satu tempat kegiatan syiar agama, hal tersebut dapat diketahui dari kehidupan masyarakatnya yang religius dan di sekitar masjid pada awal abad XX kemudian tumbuh pondok pesantren.

Masjid Pathok Nagoro Plosokuning mempunyai ciri beratap tajug. Mahkota masjid juga mempunyai kesamaan yakni terbuat dari tanah liat dan atap masjid terbuat dari genteng. Ciri-ciri lain dari kekhasan masjid Pathok Nagoro ini adalah pada terdapat kolam keliling, pohon sawo kecik, dan terdapat mimbar yang ada di dalam masjid. Dalam perkembangan saat ini, arsitektur tradisional telah banyak mengalami perubahan dan salah satu penyebab adalah masuknya arsitektur modern di Indonesia. Hal diatas juga berpengaruh terhadap Masjid Pathok Nagoro yang ada. Dari kelima masjid yang ada, hanya masjid Pathok Nagoro di Plosokuning saja yang sampi saat ini masih mempertahankan bentuk aslinya. Keaslian masjid Pathok Nagoro Plosokuning dapat terlihat pada bagian atap dimana diatasnya terdapat mahkota gada bersulur yang terbuat dari tanah liat yang sampai sekarang masih terpasang di puncak atap masjid. Penutup atap menggunakan sirap namun diganti genteng pda tahun 1946

Pada bagian lantai masjid dahulu diplester biasa dengan menggunakan semen merah, kemudian pada tahun 1976 lantai masjid ini diganti dengan tegel biasa. Begitu juga dengan daun pintu dan temboknya dilakukan penggantian pada tahun 1984. Dulu tembok dinding masjid setebal 2 batu, namun karena terkikis terus menerus sekarang tinggal 1 batu. Dahulu pintu masjid hanya ada satu dan sangat rendah yang menyebabkan ruang masjid menjadi gelap. Pintu yang rendah ini dimaksudkan agar setiap orang yang masuk masjid hendaknya menunduk dan menunjukkan rasa tatakrama serta sopan santun terhadap masjid. Keadaan demikian menyebabkan ruangan di dalam masjid menjadi gelap, sehingga pada tahun 1984 ditambah pintu masuk masjid menjadi 3 bagian serta ditambah jendela di ruang dalam masjid.

Masjid Pathok Nagoro Plosokuning mempunyai ciri beratap tajug. Mahkota masjid juga mempunyai kesamaan yakni terbuat dari tanah liat dan atap masjid terbuat dari genteng. Ciri-ciri lain dari kekhasan masjid Pathok Nagoro ini adalah pada terdapat kolam keliling, pohon sawo kecik, dan terdapat mimbar yang ada di dalam masjid. Dalam perkembangan saat ini, arsitektur tradisional telah banyak mengalami perubahan dan salah satu penyebab adalah masuknya arsitektur modern di Indonesia. Hal diatas juga berpengaruh terhadap Masjid Pathok Nagoro yang ada. Dari kelima masjid yang ada, hanya masjid Pathok Nagoro di Plosokuning saja yang sampi saat ini masih mempertahankan bentuk aslinya. Keaslian masjid Pathok Nagoro Plosokuning dapat terlihat pada bagian atap dimana diatasnya terdapat mahkota gada bersulur yang terbuat dari tanah liat yang sampai sekarang masih terpasang di puncak atap masjid. Penutup atap menggunakan sirap namun diganti genteng pda tahun 1946.

Pada bagian lantai masjid dahulu diplester biasa dengan menggunakan semen merah, kemudian pada tahun 1976 lantai masjid ini diganti dengan tegel biasa. Begitu juga dengan daun pintu dan temboknya dilakukan penggantian pada tahun 1984. Dulu tembok dinding masjid setebal 2 batu, namun karena terkikis terus menerus sekarang tinggal 1 batu. Dahulu pintu masjid hanya ada satu dan sangat rendah yang menyebabkan ruang masjid menjadi gelap. Pintu yang rendah ini dimaksudkan agar setiap orang yang masuk masjid hendaknya menunduk dan menunjukkan rasa tatakrama serta sopan santun terhadap masjid. Keadaan demikian menyebabkan ruangan di dalam masjid menjadi gelap, sehingga pada tahun 1984 ditambah pintu masuk masjid menjadi 3 bagian serta ditambah jendela di ruang dalam masjid. Semua penambahan dan perbaikan bangunan pada masjid, terlebih dahulu dimintakan persetujuan dari Sinuhun Kanjeng yang berada di kraton, baik mengenai bentuk dan modelnya. Beberapa tahun terakhir, takmir masjid mengadakan perbaikan dan penambahan ruang yang ada di samping kanan dan kiri masjid. Hal ini bertujuan agar kegiatan pengajian dan tadarus dapat berlangsung nyaman sekaligus untuk menambah shaf putri. Pada ruang dalam masjid terdapat tiang-tiang yang berfungsi sebagai penahan konstruksi atap. Semua tiang penyangga ini sebagian besar masih asli dan terbuat dari kayu jati.

Di depan masjid terdapat dua kolam dengan kedalaman 3 meter. Setiap orang yang akan memasuki masjid harus bersuci terlebih dahulu di kolam itu. Makna lain dari 2 kolam ini adalah apabila kita menuntut ilmu haruslah sedalam-dalamnya. Saat ini kolam tersebut juga digunakan untuk memelihara ikan serta untuk mencuci kaki sebelum masuk ke mesjid. Di dalam masjid, terdapat mimbar tua yang terbuat dari kayu jati dengan ornamen pada pegangan mimbar. Mimbar ini juga dilengkapi dengan sebuah tongkat yang dipakai oleh khatib pada saat memberikan khotbah yang sampai sekarang masih digunakan. Masjid ini juga masih menganut adat lama dimana adzan pada saat sholat Jum'at dilakukan 2 kali. Dahulu sekitar tahun 1950 adzan pertama dilakukan oleh lima orang sekaligus dan adzan kedua dilakukan salah seorang dari mereka. Begitu juga dengan khotbah dilakukan dengan menggunakan bahasa Arab. Baru pada tahun 1960 adat tersebut berubah, muadzin yang semula berjumlah 5 orang menjadi 2 orang, tetapi adzan tetap dilakukan 2 kali. Khotbah juga diganti dengan menggunakan bahasa Jawa. Pada bagian pintu gerbang, masjid ini memiliki pintu gerbang yang berundak. Pada tiga undakan pertama berarti Islam itu terdiri dari 3 elemen yakni Iman, Islam dan ikhsan. Pada 5 undakan kedua menunjukkan bahwa rukun Islam itu ada 5 sedangkan pada 6 undakan ketiga menunjukkan bahwa rukun iman itu ada 6.

Tahun 2000 Masjid Plosokuning mengalami renovasi pada 4 tiang utama dan beberapa elemen lainnya. Pada tahun 2001, masjid ini kembali mengalami renovasi pada bagian serambi dan tempat wudhu. Renovasi ini dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DIY. Pada tahun tersebut masyarakat secara swadaya juga mengganti lantai tegel masjid dengan keramik, memasang konblok di halaman serta mendirikan menara pengeras suara.