Mengenal Tradisi Ritual Jawa
- home //
- Mengenal Tradisi Ritual Jawa
Mengenal Tradisi Ritual Jawa
Dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Tradisi Ritual Jawa digolongkan dalam Obyek Pemajuan Kebudayaan “Ritus” yaitu: tata cara pelaksanaan upacara atau kegiatan yang didasarkan pada nilai tertentu dan dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya, antara lain, berbagai perayaan, peringatan kelahiran, upacara perkawinan, upacara kematian, dan ritual kepercayaan beserta perlengkapannya. Jaminan dalam upaya Pemajuan Kebudayaan sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut meliputi upaya pelindungan, pengembangan, pembinaan dan pemanfaatan, yang bertujuan untuk: mengembangkan nilainilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya; memperteguh jati diri bangsa; memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa; mencerdaskan kehidupan bangsa; meningkatkan citra bangsa; mewujudkan masyarakat madani; meningkatkan kesejahteraan rakyat; melestarikan warisan budaya bangsa; dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia.
Tradisi ritual Jawa, khususnya tradisi ritual sedekahan bulanan, seperti tradisi Suran, Saparan, Muludan, Rejeban, Ruwahan, Selikuran, Syawalan dll yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa sesunggunya merupakan wujud ekspresi keimanan orang Jawa dalam memeluk agama Islam (Suyami: 2017). Tradisi tersebut merupakan refl eksi dan aplikasi orang Jawa terhadap ajaran Islam atas perintah Tuhan kepada umat manusia untuk menafkahkan sebagian dari rejeki pemberian Allah yang difi rmankan dalam kitab suci Al Qur’an. Tradisi tersebut sekaligus sebagai wujud ekspresi orang Jawa atas persamaan hak dan kewajiban antar sesama manusia sebagai umat Tuhan. Dalam tradisi tersebut semua warga masyarakat berkedudukan sama, yakni sebagai penyelenggara ritual dan penyedia sesaji, karena sama-sama sebagai hamba yang mendapatkan riski dari Tuhan.Dengan begitu berarti dalam tradisi ritual ‘sedhekahan’ dapat tertanam nilai kebersamaan, di mana sesama makhluk Tuhan sehingga tidak ada yang perlu direndahkan dalam status sebagai penerima sedekah, juga tidak ada yang dituntut memberi sedekah kepada sesama karena dianggap berstatus lebih tinggi.