Pagelaran Wayang Kulit Kepada Siswa Sebagai Media Penanaman Nilai dan Pewarisan Budaya Antar Generasi
- home //
- Pagelaran Wayang Kulit Kepada Siswa Sebagai Media Penanaman Nilai dan Pewarisan Budaya Antar Generasi
Pagelaran Wayang Kulit Kepada Siswa Sebagai Media Penanaman Nilai dan Pewarisan Budaya Antar Generasi
Pagelaran Apresiasi Budaya Melalui Wayang Kulit kepada Siswa digelar perdana oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Sleman di SD Negeri Krajan, Godean pada Selasa, 13 Februari 2024. Sebelum pentas wayang, acara di isi paparan materi mengenai penanaman nilai-nilai budaya oleh Nurul Faikoh, S.Pd.SD selaku Keoala Sekolah SDN Krajan dan Dekhi Nugroho, SE, M.Ec.Dev selaku Kepala Bidang Warisan Budaya Takbenda.
Pagelaran Apresiasi Budaya Melalui Wayang Kulit kepada Siswa ini dibiayai dari Dana Keistimewaan ini mengambil lakon: Jabang Tetuka / Gatotkaca Lahir yang disajikan oleh Dalang Habib Prabancana. Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah melakukan pembinaan seni dan budaya daerah kepada generasi muda guna memastikan terjadinya regenerasi melalui Pagelaran Apresiasi Budaya Melalui Wayang Kulit kepada Siswa. Secara umum sudah diketahui bahwa sebagai dampak dari perkembangan teknologi informasi yang pesat saat ini, Seni Pertunjukan Wayang secara berlahan mulai ditinggalkan oleh generasi muda. Seni Pertunjukan Wayang Kulit mengandung berbagai nilai budaya yang positif yang bisa bermanfaat bagi perkembangan kepribadian anak, baik pada usianya sebagai anak-anak maupun kelak setelah menjadi manusia dewasa. Nilai budaya tersebut, yaitu nilai-nilai yang sangat bermanfaat untuk mengasah jiwa manusia agar dapat menjadi manusia yang manusiawi artinya sebagai makhluk Tuhan yang sempurna mempunyai akal, pikiran, cipta, rasa, karsa, panca indra dan nafsu, serta mengandung ajaran tentang perbuatan baik-buruk serta budi pekerti. Nilai-nilai tersebut sangat penting dalam kehidupan manusia. Apabila orang sudah bisa menguasai dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, niscaya dia akan menjadi orang yang baik, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Lakon Wayang Jabang Tetuka/Gatotkaca Lahir merupakan lakon wayang yang mengisahkan lahirnya Gatotkaca ksatria yang waktu lahir membuat heboh, terutama yang didalam keluarga Pandawa, Karena tali ari-ari bayi yang diberi nama Jabang Tetuka itu tidak bisa dipotong. Bima sebagai ayahnya, Dewi Arimbi sebagai ibunya, tentu menjadi cemas dan bingung. Karena di Pandawa Raden Arjuna paling banyak memiliki senjata pusaka yang sakti, maka Raden Arjuna diminta untuk memotong tali ari-ari keponakannya. Satu demi satu senjata sakti Raden Arjuna dipakai untuk memotong tali ari-ari. Namun tidak mempan. Akhirnya senjata andalannya Panah Pasopati juga dipakai. Tetapi tetap tidak membuahkan hasil. Bahkan pusaka Kuku Kancanaka milik Bima pun gagal. Menurut Semar, tali ari-ari Jabang Tetuka hanya bisa dipotong dengan senjata kadewatan. Senjata milik para dewa.
Setelah melewati proses panjang, tali ari-ari bisa dipotong. Bahkan ia sudah diminta para dewa untuk perang melawan raja raksasa Kalapracona. Supaya ia cepat besar dan kuat, lalu dimasukkan ke dalam Kawah Candradimuka. Digodok, dibakar, dijadikan satu dengan senjata para dewa. Setelah menjadi manusia berotot kawat bertulang besi, Jabang Tetuka berhasil mengalahkan Kala Pracona dan patihnya Kala Sakipu.
Gatotkata menjadi raja di Pringgodani. Kerajaan itu warisan dari ibunya. Karena Dewi Arimbi adalah putri raja Pringgodani bernama Prabu Tremboko atau Arimbaka. Sebagai cucu Prabu Tremboko, maka Gatotkaca juga bisa terbang. Sebagai ksatria, pembawaannya tenang. Namun ia sangat mencintai keluarga besar Pandawa.