PERGELARAN WAYANG KULIT KEPADA SISWA SEBAGAI MEDIA PENANAMAN NILAI BUDAYA DI SD NEGERI BRONGKOL
- home //
- PERGELARAN WAYANG KULIT KEPADA SISWA SEBAGAI MEDIA PENANAMAN NILAI BUDAYA DI SD NEGERI BRONGKOL
PERGELARAN WAYANG KULIT KEPADA SISWA SEBAGAI MEDIA PENANAMAN NILAI BUDAYA DI SD NEGERI BRONGKOL
Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman kembali menyelenggarakan Pergelaran Apresiasi Budaya melalui Wayang Kulit kepada Siswa pada Senin, 21 Maret 2022 di SD Negeri Brongkol. Sebelum pergelaran wayang, acara di isi dengan paparan materi mengenai penanaman nilai-nilai budaya dari tiga narasumber yaitu: Arif Marwoto,.MAP., Sekretaris Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman; Srri Nurbaini, S.Pd.SD Kepala Sekolah SD Negeri Brongkol; dan Edi Suwondo Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi).
Pagelaran Apresiasi Budaya Melalui Wayang Kulit kepada Siswa ini dibiayai dari Dana Keistimewaan ini mengambil lakon: Sugriwa Subali yang disajikan oleh Dalang Ki Ahza Faishal. Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah melakukan pembinaan seni dan budaya daerah kepada generasi muda guna memastikan terjadinya regenerasi melalui Pagelaran Apresiasi Budaya Melalui Wayang Kulit kepada Siswa. Secara umum sudah diketahui bahwa sebagai dampak dari perkembangan teknologi informasi yang pesat saat ini, Seni Pertunjukan Wayang secara berlahan mulai ditinggalkan oleh generasi muda. Seni Pertunjukan Wayang Kulit mengandung berbagai nilai budaya yang positif yang bisa bermanfaat bagi perkembangan kepribadian anak, baik pada usianya sebagai anak-anak maupun kelak setelah menjadi manusia dewasa. Nilai budaya tersebut, yaitu nilai-nilai yang sangat bermanfaat untuk mengasah jiwa manusia agar dapat menjadi manusia yang manusiawi artinya sebagai makhluk Tuhan yang sempurna mempunyai akal, pikiran, cipta, rasa, karsa, panca indra dan nafsu, serta mengandung ajaran tentang perbuatan baik-buruk serta budi pekerti. Nilai-nilai tersebut sangat penting dalam kehidupan manusia. Apabila orang sudah bisa menguasai dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, niscaya dia akan menjadi orang yang baik, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Lakon Sugriwa Subali menceritakan tentang dua manusia kera yang bernama Sugriwa dan Subali yang bertapa di hutan Sonyapringga. Sugriwa dan Subali yang sedang khusuk bertapa, mendadak terkejut karena kedatangan Betara Narada. Atas petunjuk Dewa permintaannya melalui bertapa akan dikabulkan, dengan syarat apabila dapat mengalahkan Prabu Mahesasura dan Lembusura akan diwisuda menjadi Raja di Goa Kiskenda, dan mendapat hadiah yaitu meminang Dewi Tara. Kedua manusia kera Subali dan Sugriwa atas perintah Dewa menyanggupinya. Subali saat diperbatasan mulut Goa Kiskenda menghentikan langkahnya dan memberi isyarat kepada adiknya Sugriwa, bahwa kelak bertanding dengan kedua raksasa berkepala kerbau dan lembu, apabila nanti sungai itu mengalir darah merah bertanda Subali menang, tetapi sungai mengalir putih Subali mati ditangan kedua raksasa, maka mulut Goa ditutup. Semua saran dari Subali kakaknya Sugriwa mentaati. Tatkala Prabu Mahesasura dan Patih Lembusura serta Prajurit raksasa sedang menyiapkan pesta persiapan perkawinan rajanya Prabu Mahesasura, keramaian tersebut berubah menjadi terperangah karena munculnya manusia kera, tak lain adalah Subali. Prabu Mahesasura, Patih Lembusura marah kerena Subali adalah utusan Dewa untuk menghabisinya. Semua prajurit melingkari perlawanan antara Subali dengan Mahesasura dan Lembusura. Subali dengan lincahnya kedua kepala raksasa berkepala kerbau dan lembu diadukan seketika itu tewaslah Prabu Mahesasura dan Lembusura, semua prajurit Goa Kiskenda dapat ditaklukkan. (dv)