Saparan Wonolelo sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia
- home //
- Saparan Wonolelo sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia
Saparan Wonolelo sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia
Saparan Wonolelo adalah salah satu dari warisan budaya Takbenda Indonesia dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang telah mendapatkan penetapan sejak tahun 2018 dan masuk dalam domain Adat Istiadat Masyarakat, Ritus dan Perayaan-perayaan, jika mengacu pada konvensi UNESCO Tahun 2003 Convention for the safeguarding of Intangible Cultural Heritage, yang telah disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007 tentang pengesahan Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage.
Warisan Budaya Takbenda Indonesia menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2013 tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia adalah, berbagai hasil praktek, perwujudan, ekspresi pengetahuan dan keterampilan, yang terkait dengan lingkup budaya, yang diwariskan dari generasi kegenerasi secara terus menerus melalui pelestarian dan/atau penciptaan kembali serta merupakan hasil kebudayaan yang berwujud budaya takbenda setelah melalui proses penetapan Budaya Takbenda.
Saparan Wonolelo menjadi bagian penting dari masyarakat Dusun Pondok Wonolelo, Widodomartani, Ngemplak, Sleman. Dalam puncak Upacara Adat Saparan Ki Ageng Wonolelo tersebut dilaksanakan kirab pusaka Ki Ageng Wonolelo, kirab Gunungan, Kirab Keprajuritan, tari dan fragmen. Diantara pusaka peninggalan Ki Ageng Wonoelo yang akan dikirabkan diantaranya kitab Suci Al-Qur’an, Baju Ontrokusuma, Kopiah, Bongkahan Mustaka Masjid dan tongkat. Kirab tersebut diawali dari Masjid Pondok Wonolelo menuju Makam Ki Ageng Wonolelo sepanjang 800 meter. Sedangkan penyebaran apem seberat 1,5 ton sebagai simbolisme sedekah akan diperebutkan oleh pengunjung yang dianggap dapat mendatangkan keberkahan dan keberuntungan hidup.
Menurut sejarah diceritakan bahwa Ki Ageng Wonolelo dengan nama asli Jumadi Geno merupakan seorang keturunan Prabu Brawijaya V sekaligus sebagai tokoh penyebar agama Islam pada masa kerajaan Mataram. Ia bermukim di Dusun Pondok Wonolelo, memiliki ilmu kebatinan yang tinggi pada masa itu. Karena memiliki ilmu yang tinggi, ia pernah diutus Raja Mataram ke Kerajaan Sriwijaya di Palembang yang saat itu membangkan terhadap Mataram. Iapun berhasil menaklukkan Kerajaan Sriwijaya. Nama Ki Ageng Wonolelo atau Jumadi Geno semakin tersohor dari waktu ke waktu sehingga semakin banyak orang yang berdatangan untuk berguru dengannya. Sebagai seorang panutan Ki Ageng Wonolelo memiliki ilmu yang tinggi, Ki Ageng Wonolelo banyak mewariskan berbagai peninggalan yang berupa tapak tilas dan pusaka dan benda keramat lainnya. Pusaka dan berbagai benda keramat peninggalan Ki Ageng Wonolelo inilah yang kemudian dikirabkan setiap bulan Sapar pada setiap tahunnya.
Diselenggarakannya upacara adat Saparan dan Kirab Pusaka Ki Ageng Wonolelo juga bertujuan untuk mendukung wisata budaya di Kabupaten Sleman pada khususnya dan di DIY pada umumnya. Disamping itu juga untuk mengajak generasi muda menggali dan lebih memahami nilai-nilai seni budaya yang adiluhung dan memberikan wahana bagi pertumbuhan kesenian rakyat serta menumbuhkan rasa handarbeni dan kecintaan terhadap seni budaya bangsa sendiri. Upacara Saparan Wonolelo, memiliki peran penting untuk masyarakat karena upacara adat tersebut menjadi sarana untuk mendoakan, mengenan dan meneladani perjuangan Ki Ageng Wonolelo serta mampu menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya dan seni. Selain itu Upacara Saparan Wonolelo mampu mendukung Pondok Wonelelo sebagai desa wisata religius dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai pelaku ekonomi melalui Upacara Saparan Wonolelo dan Kirab Pusaka Ki Ageng Wonolelo. (dv)