Tata Nilai Kabupaten Sleman dalam Praktik Upacara Adat
- home //
- Tata Nilai Kabupaten Sleman dalam Praktik Upacara Adat
Tata Nilai Kabupaten Sleman dalam Praktik Upacara Adat
Tata Nilai Kealaman sekaligus Tata Nilai Kemasyarakatan, tercermin dari upacara ada dan tradisi warga masyarakat Kabupaten Sleman. Upacara adat telah menjadi instrumen sosial dan budaya di dalam merekatkan relasi kosmis vertikal dan horizontal sehingga diharapkan menjadi bagian upaya memperkuat ketahanan budaya sekaligus kedaulatan budaya masyarakat. Upacara adat bagian dari naluri warga mempertahankan, memelihara, dan mengembangkan nilai-nilai hidup yang dimilikinya melalui kerja budaya simbolik bermuatan estetika dan estika sosial.
Di Kabupaten Sleman, banyak upacara adat yang menjadi agenda daerah, agenda regional, dan agenda nasional. Bahkan, beberapa diantaranya telah ditetapkan sebagai karya warisan budaya takbenda (WBTB) nasional, seperti Saparan Gunung Gamping (Ambar ketawang Gamping), Saparan Ki Agung Wanalela (Widodomartani Ngemplak), dan Dandan Kali/Becekan (Kepuharjo Cangkringan). Selain itu, juga banyak yang telah memiliki nama besar dan telah mendapatkan penghargaan seperti Upacara Adat Tunggul Wulung (Sendangagung Minggir), mBah Bergas (Margoagung Seyegan), Tuk Sibedhug (Margodadi Seyegan), Bathok Bolu (Purwomartani Kalasan), Ngrowot (Girikerto Turi), dan seterusnya.
Upacara adat dilangsungkan sekali setiap tahun pada waktu dan lokasi yang telah ditentukan turun-temurun dengan pengisahan naratif berbasis legenda setempat. Pola penyelenggarakan selalu diasumsikan sebagai aktivitas budaya warisan. Selalu terdapat argumen historis dan ekspesi perayaan kesyukuran yang menggalang kekuatan kebersamaan, partisipasi warga dan gotongroyong. Selalu juga terdapat pelantunan doa penghargaan dan permohonan perlindungan, ampunan, dan keselamatan kepada Tuhan. Upacara adat selalu mengandung : 1) pelantunan doa dan rasa berserah diri pada juasa Tuhan; 2) ekspresi kesyukuran atas rahmat karunia Tuhan; 3) saling berbagi berkah rezeki melalui sedekah bersama untuk kerukunan hidup bermasyarakat; 4) mengandung historika penghargaan dan penghormatan kepada pendahulu yang berjasa pada kemajuan desa; 5) menciptakan forum dan media berhidur (rekreasi) bersama dengan megandalkan ekspresi bahkan ada yang sampai menjakau perhatia publik internasional; dan 7) membawa dampat berganda kepada kehidupan waga masyarakat pendukungnya.
Akumulasi tujuh hal tersebut menyebabkan upacara adat memancarkan nilai-nilai kehidupan yang bersifat nilai kealaman dan nilai kemasyarakatan tanpa kehilangan naluri ketuhanan dan bobot nilai kepemimpinan lokal. Relasi upacara adat dengan tata nilai sangat dekat sehingga antar keduanya bersifat konvergen dan kontinyu. Saling menginspirasi dan memotivasi pemeliharaan dan pengembangan tata nilai budaya masyarakat.
Diambil dari Buku Rekomendasi I Eksistensi Budaya di Era Pandemi Covid-19 oleh Dewan Kebudayaan Sleman