TRADISI NYADRAN TETAP DI LESTARIKAN DI KABUPATEN SLEMAN

  • home //
  • TRADISI NYADRAN TETAP DI LESTARIKAN DI KABUPATEN SLEMAN
Admin 2022-03-30 01:44:15

TRADISI NYADRAN TETAP DI LESTARIKAN DI KABUPATEN SLEMAN

Dalam rangka melestarikan dan mengembangkan potensi kebudayaan serta mensosialisasi tata nilai budaya sesuai dengan yang diamatkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, maka Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman kembali memfasilitasi kegiatan Tradisi Nyadran dengan dibiayai Dana Keistimewaan tahun 2022. Tradisi Nyadran menjadi salah satu warisan budaya leluhur yang masih ada sampai saat ini, tradisi ini diadakan dibulan Ruwah sebelum bulan puasa, seperti yang telah dilaksanakan di Jumeneng Kidul, Sumberadi, Mlati; Mranggen Tegal, Sinduadi, Mlati; Kliran, Sendangagung, Minggir; Padukuhan Kalibulus, Ngemplak; Dusun Jalapan, Sindumartani, Ngemplak; Joholanan, Sindumartani, Ngemplak; dan lain-lain.

Tradisi Nyadran merupakan salah satu dari warisan budaya Takbenda Indonesia yang telah di tetapkan tahun 2013, dan masuk dalam domain Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-perayaan jika mengacu pada konvensi UNESCO Tahun 2003 Convention for the safeguarding of Intangible Cultural Heritage, yang telah disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007 tentang pengesahan Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage. 

Tradisi Nyadran mempunyai makna simbolis, hubungan dengan para leluhur, dengan sesama, dan tentu saja dengan Tuhan. Tradisi nyadran dilaksanakan pada bulan Ruwah dalam kalender Jawa. Kegiatan tersebut berupa membersihkan makam leluhur, memanjatkan doa, dan tabur bunga. Hal tersebut adalah simbol bakti dan ungkapan penghormatan serta terima kasih kepada para leluhur dan Tuhan.

Implementasi dari Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat khususnya di Jawa, terutama masyarakat pedesaan dalam membersihkan makam leluhur, tabur bunga, yang diakhiri dengan upacara kenduri selamatan, atau bancakan. Dalam tradisi tersebut semua warga masyarakat berkedudukan sama, yakni sebagai penyelenggara ritual dan penyedia sesaji, dengan begitu berarti dalam tradisi ritual dapat tertanam nilai kebersamaan, dimana sesama makhluk Tuhan sehingga tidak ada yang perlu direndahkan dalam status sebagai penerima sedekah. (dv)