Upacara Adat Saparan Ki Ageng Wonolelo Tampil dalam Peringatan Hadeging Nagari Ngayogyakarta 272
- home //
- Upacara Adat Saparan Ki Ageng Wonolelo Tampil dalam Peringatan Hadeging Nagari Ngayogyakarta 272
Upacara Adat Saparan Ki Ageng Wonolelo Tampil dalam Peringatan Hadeging Nagari Ngayogyakarta 272
Peringatan Hadeging Nagari Ngayogyakarta 272 (Gelar Seni Budaya Yogyakarta ke-19) yang diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta (6/4/2019) dimeriahkan dengan penampilan berbagai kesenian dan Budaya. Dalam peringatan tersebut Kabupaten Sleman menyajikan Upacara Adat Saparan Ki Ageng Wonolelo. Berdasarkan sejarah diceritakan bahwa Ki Ageng Wonolelo yang memiliki nama asli Jumadi Geno merupakan seorang keturunan Prabu Brawijaya V sekaligus sebagai tokoh penyebar agama Islam pada masa kerajaan Mataram. Beliau bermukim di Dusun Pondok Wonolelo, memiliki ilmu kebatinan yang tinggi pada masa itu. Karena memiliki ilmu yang tinggi, pernah diutus Raja Mataram ke Kerajaan Sriwijaya di Palembang yang saat itu membangkan terhadap Mataram. Kemudian berhasil menaklukkan Kerajaan Sriwijaya. Nama Ki Ageng Wonolelo atau Jumadi Geno semakin tersohor dari waktu ke waktu sehingga semakin banyak orang yang berdatangan untuk berguru dengannya. Sebagai seorang panutan Ki Ageng Wonolelo memiliki ilmu tinggi, Ki Ageng Wonolelo banyak mewariskan berbagai peninggalan yang berupa tapak tilas dan pusaka dan benda keramat lainnya. Pusaka, jimat dan berbagai benda keramat peninggalan Ki Ageng Wonolelo inilah yang kemudian dikirabkan setiap bulan Sapar pada setiap tahunnya.
Kabupaten Sleman memiliki tradisi ritual komunal bulanan yang sering disebut sebagai ritual sedhekahan(bersedekah), yakni ritual Suran, Saparan, Muludan, Bakda Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akir, Rejep, Ruwah, Pasa, Syawal, Kaidah, Besar. Tradisi ritual ini merupakan budaya adiluhung peninggalan leluhur yang bisa menjadi modal sosial yang sangat bernilai dalam menciptakan kebersamaan, gotong royong, guyup rukun dan saling menghargai antar sesama, yang merupakan bagian dari nilai kearifan lokal. tradisi ritual Jawa, khususnya tradisi ritual sedekahan bulanan, seperti tradisi Suran, Saparan, Muludan,Rejeban, Ruwahan, Selikuran, Syawalan dll yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa sesunggunya merupakan wujud ekspresi keimanan orang Jawa dalam memeluk agama Islam. Tradisi tersebut merupakan refleksi dan aplikasi orang Jawa terhadap ajaran Islam atas perintah Tuhan kepada umat manusia untuk menafkahkan sebagian dari rejeki pemberian Allah yang difi rmankan dalam kitab suci Al Qur’an. Tradisi tersebut sekaligus sebagai wujud ekspresi orang Jawa atas persamaan hak dan kewajiban antar sesama manusia sebagai umat Tuhan.
Dalam tradisi tersebut mempunyai nilai penting yaitu semua warga masyarakat berkedudukan sama, yakni sebagai penyelenggara ritual dan penyedia sesaji, karena sama-sama sebagai hamba yang mendapatkan riski dari Tuhan. Dengan begitu berarti dalam tradisi ritual sedhekahan dapat tertanam nilai kebersamaan, di mana sesama makhluk Tuhan sehingga tidak ada yang perlu direndahkan dalam status sebagai penerima sedekah, juga tidak ada yang dituntut memberi sedekah kepada sesama karena dianggap berstatus lebih tinggi. (Dekhi N)